Salah satu cerpen gue yang pernah di terbitkan di cerpenmu.com. Cerpen yang gue kasih judul "Diary Putry" ini ternyata lumayan banyak juga yang melihat dan memberikan komentarnya. Diantaranya ada yang bilang endingnya masih bingung nih?!, endingnya menggantung nih?! nah karena komentar itu lah gue melanjutkan cerpen gue yang udah lama dibilang menggantung ini sama beberapa orang yang penasaran diluar sana.
Disini gue bakal menuliskan lanjutan dari cerpen "Diary Putri". Masih dengan tokoh yang sama namun disini gue menuliskan dengan latar dan tempat yang sangat jauh berbeda dari yang sebelumnya. Cerita masih membahas tiga tokoh utama didalamnya.
Cerpen ini barusan gue tulis kemaren malem loh, jadi harap maklum ya kalau ada salah dalam penulisan kata-katanya. yang agak nggak beraturan mungkin.
Tapi kayaknya nggak usah berlama-lama lagi. silahkan disantap ya kawan. Hhehe
“Hidup ini indah dan
akan lebih indah bila kita bisa memiliki seseorang yang kita sayangi. Dan jika
engkau merasakan cinta pada seseorang, katakanlah. Berani jujur dan jangan ragu
mengungkapkannya. Tapi, jika tidak, ucapkanlah dengan tegas bahwa engkau tak
menyukainya.”
Kata-kata yang selalu
tertanam dan selalu terngiang di hatiku dan telingaku setelah aku bertemu
dengan lelaki ini. Lelaki yang selalu menghiasi penuh hari-hariku. Ya...
hari-hariku, dan mungkin bukan hari-harinya. Karena aku tak berani untuk
sekedar menyapanya apalagi harus berbicara ataupun bercanda dengannya, aku
hanya bisa melihatnya, berbicara, dan mendengar melalui mataku. Karena hanya
dengan mataku, aku bisa melakukan semua hal itu. Hal yang selalu ingin aku
rasakan meskipun hanya dalam mimpi sekalipun.
Seandainya engkau tau aku sangat
ingin mengobrol dan melihat senyummu yang mampu membuatku terpana secara
langsung, secara nyata dari dekat. Kupejamkan mata dan mulai membayangkan
lelaki itu dan mulai kututup diaryku malam itu dalam pelukan hingga lelap dan
pulas.
*Agustus – 2011
Palembang.
“Kringggg....kriiingggg....kriinnngggg...!!!”
Terdengar dering alarm
yang setia membangunkan setiap hari-hariku (lagi).
Dengan berat dan perlahan kubuka mata yang terpejam ini. Dan mulai mencari-cari jam yang biasa kuletakkan diatas meja belajarku. Betapa kagetnya aku ketika melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 07.00, yang berarti tepat 30 menit lagi adalah waktu jam pelajaran disekolahku dimulai. Segera aku mempersiapkan diri dan bergegas untuk sampai kesekolah.
Tepat sebelum bel masuk berbunyi dan gerbang sekolah akan segera ditutup aku sampai disekolah.
Dengan berat dan perlahan kubuka mata yang terpejam ini. Dan mulai mencari-cari jam yang biasa kuletakkan diatas meja belajarku. Betapa kagetnya aku ketika melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 07.00, yang berarti tepat 30 menit lagi adalah waktu jam pelajaran disekolahku dimulai. Segera aku mempersiapkan diri dan bergegas untuk sampai kesekolah.
Tepat sebelum bel masuk berbunyi dan gerbang sekolah akan segera ditutup aku sampai disekolah.
“Hampir saja aku
terlambat masuk sekolah” aku mengumam.
Dan saat bel istirahat
berbunyi aku keluar ruang kelas dan duduk di halaman depan kelas.
“Putri...heh ngelamunin
apaan sih???”
Tiba-tiba terdengar
suara yang membuyarkan lamunanku tentang Lelaki itu. Ya...lelaki yang selalu
mengitari ruang pikiranku selama ini. Anto. Dialah Lelaki yang selalu ada dalam
fikiranku. Yang selalu hanya bisa aku kagumi lewat mataku saja, tanpa bisa
bertegur sapa dengannya.
“hello...!!!”
ketika aku menoleh dan melihat kearah suara yang tiba-tiba saja sudah membuyarkan lamunanku. ternyata Winda dia adalah sahabatku disekolah. Namun sayang winda tak pernah tau kalau aku menyukai Anto. Itu karena aku tidak pernah mau bercerita dengannya tentang perasaanku dengan Anto. Aku hanya berani bercerita lewat diaryku saja.
“Hmm...iya....kenapa??” Tanyaku gelagapan.
“hello...!!!”
ketika aku menoleh dan melihat kearah suara yang tiba-tiba saja sudah membuyarkan lamunanku. ternyata Winda dia adalah sahabatku disekolah. Namun sayang winda tak pernah tau kalau aku menyukai Anto. Itu karena aku tidak pernah mau bercerita dengannya tentang perasaanku dengan Anto. Aku hanya berani bercerita lewat diaryku saja.
“Hmm...iya....kenapa??” Tanyaku gelagapan.
“Terus kenapa elo
ngelamun, hayoo...ngelamunin apa ??” Ujar winda menggodaku.
“Ngeliatin siapa sih
???” Tanya winda sambil mengernyitkan keningnya.
“enggak kok, gak ada
apa-apa” Ucapku berusaha santai.
Aku adalah seseorang
yang selalu tertutup dan selalu menyimpan sendiri perasaan maupun masalah yang
ada pada diriku. Sulit bagiku untuk bisa menjadi seseorang yang terbuka dan
bercerita terhadap orang lain. Aku lebih suka menyimpannya dan
menyembunyikannya agar tidak ada yang tau tentang perasaan yang sedang aku
hadapi sekarang. Aku lebih senang menjadi seonggok kaktus dipadang pasir yang
kesepian namun masih bisa bertahan hidup.
Setiap kali berpapasan
dengannya aku selalu ingin sekali menyapanya meskipun hanya sepatah kalimat. Atau
pun paling tidak sekedar berkata “Hey” itu pun kurasa sudah cukup bagiku.
Sudah cukup lama aku
menyimpan perasaan ini dan aku ingin menceritakan perasaan dan segala uneg-uneg
yang ada pada diriku. Aku ingin mulai sekarang dan nanti untuk menceritakan
ceritaku yang selalu aku pendam. Ya... cerita ini harus aku sampaikan kepadanya
sebelum semuanya hancur dan terlambat kelak nantinya, dan aku tidak mau itu
terjadi tentunya.
Tapi bagaimana caranya?
Apa aku bisa? Mulai timbul pertanyaan-pertanyaan itu dalam benakku dan rasa
kurang percaya diri yang selalu menghantui pikiranku.
“Mengapa aku tidak
minta pendapat dengan winda, dia kan sudah berpengalaman dengan hal semacam
ini” pikirku dalam hati.
Ya... winda sepertinya
orang yang paling tepat, selain karena ia adalah sahabat terbaikku dan ia juga
lebih berpengalaman dalam hal semacam ini dibandingkan dengan aku yang awam.
Kesokan harinya pada
saat jam istirahat disekolah.
“Win...aku boleh cerita
sesuatu gak sama kamu ??” Kataku berusaha tidak gugup.
“Ya boleh lah...lagian
aku juga mau kasih tau kamu sesuatu” Ucapnya sangat sumringah dan kelihatan
jika ia tampak sedang berbahagia.
“Ohh...yaudah kamu
duluan aja dech win yang cerita” Ucapku sok-sokan.
“Oke yang pertama nilai
ulanganku bagus dan aku dapet hadiah dari mamaku” Ucapnya semangat. Ia sempat
melompat-lompat kegirangan.
“Wahh bagus tuh, dapet
traktiran nih kayaknya aku hari ini” Ucapku basa-basi. Ia berhenti melompat.
“Hmmm...Itu sih belum
seberapa. Ada lagi yang buat aku lebih seneng. Mau tau gak put?” Ia pun makin
menunjukan ekspresi bahagianya.
“Anto nembak aku put,
kita udah jadian semalem. Yee..” Ucapnya girang lagi.
DEGG...
Hening. Bukan,, bukan
karena winda tak bersuara lagi, winda masih lompat kegirangan. Tapi telingaku,
telingaku seolah baru saja tersambar petir sehingga membuatnya tak bisa
mendengar apapun lagi. Aku sudah tak bisa merasakan apapun lagi. Jantungku
berhenti berdetak mungkin. Darahku berhenti mengalir. Nafasku tercekat
ditenggorokan.
Mataku tak berkedip.
Apa benar yang baru kudengar?
Tuhan, silahkan ambil nyawaku sekarang.
Apa benar yang baru kudengar?
Tuhan, silahkan ambil nyawaku sekarang.
“Kamu kenapa put? Gak
seneng ya?” Ucap winda, yang menyadari sahabatnya tidak berekspresi apa-apa.
Aku hanya bisa
menggeleng lemah. Nafasku sesak, seolah-olah paru-paruku tak terisi oksigen
lagi. Namun aku membiarkan paru-paru sesak, aku lebih senang seperti ini.
Dengan begitu mungkin aku bisa menutupi rasa sakit pada hatiku.
“Put kamu kenapa? kamu
gak lagi masuk angin kan?”
Aku hanya bisa
mengangguk lemah. Karena mungkin suaraku sudah hilang diambil Tuhan.
“Beneran put kamu nggak
apa-apa? muka kamu pucet loh?”
Benarkah wajahku
berubah pucat. Ohh mungkin karena aku
baru tersambar petir. Suaraku sudah diambil tuhan. Pendengaranku juga. Mungkin
sebentar lagi nafasku. Jadi pantas saja kalau aku pucat.
“Aku anter kamu pulang
aja dech ya? Traktirannya lain kali aja?” Ucapnya.
Kamu benar win, mana
mungkin aku bisa makan. Bernafaspun aku sudah tak berniat. Aku mengurung diri
dikamar berharap semuanya bisa terlupakan dengan sesegera mungkin.
Seharian aku berdiam
diri, seharian aku tidak bernafsu makan. Dan aku mulai lagi menulis diaryku
untuk menuliskan cerita yang hanya aku sampaikan pada buku diary ini. Aku
menuliskan. Mengapa aku harus mengaguminya? Mengapa aku harus mendengarkan
sahabatku bercerita? Mengapa harus mereka yang aku kenal?.
Semua kejadian itu aku
tuangkan dan aku curahkan pada diary kesayanganku. Karena hanya dengan diary
inilah aku bisa sedikit lebih tenang. Dan akhirnya aku tertidur dan pulas.
Keesokan harinya aku
mulai tidak betah memandangnya, karena aku melihat ia dengan orang lain yang
punya keberanian untuk mendekatinya dan mengambil hatinya dan ia sudah punya
dunianya sendiri sekarang. Tidak seperti aku. Aku pengecut, aku tidak berani, aku
selalu meragu untuk mengatakan yang sebenarnya.
Sampai tiba pada hari
yang membuat hati seperti ditusuk ribuan jarum yang sangat tajam dan
menyakitkan.
Hari itu dimana suatu ketika winda memperkenalkan Anto yang
sekarang sudah menjadi pacarnya kepadaku.
“Hey..put..” kata winda
kepadaku.
Aku meliriknya dan ia
sedang bersama Anto.
“Hey...win” ucapku
malas.
“Kenalin ini putri
sahabat aku yang paling baik” ujar winda kepada Anto memperkenalkan aku.
“Hey..Anto” ia
memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya.
“Putri” jawabku singkat
sambil menerima uluran tangannya.
“Selamet ya..kalian
pasangan yang serasi” kataku sambil tersenyum manis, walau sesungguhnya hati
kecilku berkata tidak. Dan berusaha menahan air mata yang rasanya sudah ingin
tumpah membanjiri pipiku, meskipun aku tau hatiku sudah menangis dan hancur.
Sejak saat itu aku
mulai melupakan tentangnya, tentang dirinya yang hanya ada dalam mimpiku.
Melupakan tentang semua perasaan yang ada dalam diriku kepadanya. Dan tidak
ingin lagi mengingat-ngingat tentangnya. Rasanya aku ingin hilang ingatan.
Namun aku sadar aku
tidak bisa marah karena aku juga senang melihatnya bahagia dan andai Anto tau
aku juga menyukainya saat itu. Dan andai waktu itu aku bisa mengatakan jika
“Aku senang melihat senyumnya. Aku senang melihat tawanya. Aku senang ia bahagia.”
“Aku senang melihat senyumnya. Aku senang melihat tawanya. Aku senang ia bahagia.”
Kututup diary
tentangnya dan melupakan semua yang lalu. Dan yang ada sekarang bagiku adalah
menatap kedepan tanpa harus larut untuk melihat kebelakang.
*July – 2012
Lampung.
Lampung.
Aku melanjutkan kuliah
dilampung dan meninggalkan kota kelahirkanku yaitu palembang. Hari-kehari
kujalani aktifitas selaknya orang lain pada umumnya. Aku kekampus pada pagi
hari, nongkrong dimall bersama teman-temanku pada siang hari, dan pada malam
harinya nonton bioskop terkadang, tentunya selalu bersama dengan teman-temanku.
Pagi itu aku kekampus
seperti biasa sampai siang hampir menjelang sore barulah kampus bubar. Hari ini
begitu melelahkan, disamping mata kuliah yang padat sore ini aku pun harus
ketoko buku untuk mencari sebuah buku demi kepentingan kuliahku tentunya.
Saat
sedang mencari buku yang kuinginkan tanpa sengaja aku bertabrakan dengan
seorang laki-laki dan aku pun terjatuh.
“Maaf-maaf saya gak
sengaja” lelaki itu meminta maaf padaku.
“Makanya kalau jalan
lihat-lihat dong” kataku mengomelinya tanpa melihat kearah lelaki itu.
“Ya saya kan udah minta
maaf” katanya singkat.
Aku pun bangun dan
hendak mengomelinya balik, namun saat aku melihatnya dan kami saling bertatapan
serentak kami mengucapkan.
“Kamu” kami mengucapkannya
berbarengan.
Ternyata ia adalah
Anto. Orang yang dulu pernah kuukir ceritanya dihatiku namun tak pernah
kusampaikan. Makhluk yang dulu kukagumi dan sekarang disaat aku sudah membuang
jauh-jauh ceritanya dalam hidupku dan perasaanku. Ia malah muncul kembali.
“Mengapa makhluk satu
ini muncul kembali” gumamku dalam hati dan aku terdiam sejenak dalam lamunanku.
“Hey...kamu putri kan,
anak IPA I disekolah dulu?” Pertanyaannya membangunkanku dalam lamunan.
“Iya..kamu Anto kan
anak IPA II itu ?” kataku terbata-bata.
“Iya ini aku, kamu apa
kabarnya?kok bisa disini, dilampung?”
“Hmm...baik kok, iya
aku sekarang kuliah disini, kamu sendiri gimana kok bia disini?” Jawabku pelan.
“Kan aku emang asli
orang sini, rumah aku emang di lampung, dulu emang aku sekolahnya di palembang
tapi sebenernya aku asli tinggal disini kok” jawabnya menjelaskan.
“Owh gitu..” jawabku
singkat sambil tersenyum kecil.
Kemudian Anto
mengajakku kesebuah tempat makan dan kami pun memesan beberapa makanan dan
minuman. Setelah sama-sama selesai mencari buku disebuah toko buku tempat
dimana untuk pertama kalinya aku mengobrol dengannya. Kami terlibat obrolan panjang hari itu, dari
cerita-cerita ringan sampai cerita tidak penting namun itu malah membuat kami
semakin asik dan larut dalam perbincangan.
Dan saat hari sudah
mulai sore kamipun memutuskan untuk pulang, namun tiba-tiba hujan deras datang
dan mengguyur tubuh kami saat akan berjalan menuju halte bus, karena kami
sama-sama tidak membawa kendaraan pribadi.
Tiba-tiba Anto menggenggam tanganku
dan mengajakku berlari menuju halte bus karena takut baju yang kami kenakan
basah kuyub.
“Baju kamu basah, kamu
kedinginan ya?” Ia berkata sambil melepas dan memberikan jaketnya kepadaku.
Aku hanya bisa diam
melihat tingkahnya yang begitu lembut dan perhatian kepadaku. Dan aku hanya
bisa membalasnya dengan sebuah senyum ringan dibibirku.
Tak lama kemudian bus
yang kami tunggu pun tiba, kami pun bergegas masuk kedalam bus angkutan umum
itu. Didalam bus Anto meminta no handphone yang dapat ia hubungi kepadaku,
tanpa ragu dan dengan senang hati aku pun memberikannya.
Aku pulang ke kostan
dengan senyum ceria di wajahku. Sambil terus memeluk jaket Anto yang tidak
sempat aku kembalikan padanya hari itu. Mungkin aku lupa, atau mungkin aku
sudah dibutakan dengan gambaran hatiku yang terasa sangat indah hari itu
bagiku. Sejak saat itu aku dan dia jadi lebih dekat. Aku pun kembali menulis
ceritaku yang sempat tertunda dalam diaryku malam itu. Cerita tentang aku yang
selalu ingin menulis cerita hatiku. Cerita kita. Cerita aku dan dia. Yang
kutuangkan semuanya dalam diaryku hingga aku terlelap dan pulas.
“Put nanti sore kamu
nggak ada acara kan? Soalnya aku mau minta temenin kamu ke toko buku sore ini”
Itu adalah sms yang aku
terima saat aku bangun di pagi yang tidak terlalu bagus dan langit sedikit
abu-abu karena hari ini mendung. Pagi yang sepertinya tidak menyesuaikan diri
dengan kondisi hatiku yang sebetulnya sedang cerah.
Pagi yang muram dan tampak
malas memperlihatkan sinar matahari yang cerah selayaknya tugas sebagai sebuah
pagi.
“Iya aku bisa, lagian
nanti sore aku nggak ada acara kok”
“Oke. Kita ketemuan di
toko buku aja ya, sekaligus aku mau kasih kejutan buat kamu”
“Baiklah, aku janji
nggak akan telat”
Begitu aku mengakhiri
sebuah perbincangan melalui pesan singkat dengan anto. Meskipun langit
sepertinya tidak mendukung dan diluar sudah mulai turun rintik-rintik hujan
gerimis dan pagi yang tidak menunaikan tugasnya sebagai sebuah pagi. Namun
tidak menghalangi keceriaan yang begitu jelas tergambar dihatiku pagi itu.
Siangnya aku sibuk
memilih baju yang pas dan pantas untuk bertemu dengan anto.
“Apa yang dimaksud kejutan ya sama anto? apa dia mau bilang kalau dia sayang sama aku?” begitu aku berbicara dengan cermin sambil tersenyum kecil saat sedang memilih baju yang akan aku kenakan untuk sore nanti.
“Apa yang dimaksud kejutan ya sama anto? apa dia mau bilang kalau dia sayang sama aku?” begitu aku berbicara dengan cermin sambil tersenyum kecil saat sedang memilih baju yang akan aku kenakan untuk sore nanti.
“Baiklah sepertinya
yang ini cocok untuk penampilanku” aku kembali menggumamam. Ketika aku mencoba
dress berwarna biru tua. Aku pun tidak
lupa untuk menggunakan make up. Aku ingin berpenampilan semenarik mungkin hari
itu. Aku ingin membuat anto senang dengan penampilanku yang tentunya berbeda
hari ini.
Hari masih tidak
bersahabat denganku. Ya, hari itu masih saja gerimis bahkan hingga sore ini.
Namun tetap tidak menghalangiku untuk tetap berangkat menuju ke toko buku
tempat aku akan menemui anto. sesampainya disana aku melihat anto. Ternyata ia
sudah sampai disana terlebih dahulu. Ia sangat menarik dengan kemeja berwarna
merah dan celana jeans yang ia kenakan.
“Hey..” aku menyapanya.
Namun anto malah
tersenyum kecil dan mulai tertawa saat memperhatikan penampilanku. Ia tertawa
terus seakan sedang melihat pertujukkan sirkus. Ia tertawa sambil memegangi
perutnya. Dan ia mulai berhenti tertawa saat penjaga toko buku mulai
meneriakinya untuk menyuruhnya diam.
“Heh..kalian, jangan
berisik...” kata penjaga toko itu dengan raut wajah yang galak.
“Iya... pak,
maaf...maaf” jawab anto cengengesan.
Aku pun hanya bisa
diam, aku diam bukan karena penjaga toko itu yang memarahi kami. Tapi aku diam
karena bingung. Bingung mengapa anto menertawakan penampilanku. “Apa aku
terlihat jelek dan tidak menari hari” begitu pikirku dalam hati.
“Put...put...put..”
tiba-tiba anto membuyarkan lamunanku.
“Eh..iya.. “
“Kok ngelamun sih put?”
tanya anto sambil merangkul pundakku.
“Kenapa kamu ketawa
tadi waktu ngeliat aku? Aku jelek banget ya?”
Anto menahan tawanya
sambil memegangi mulutnya agar tidak mengeluarkan suara yang keras dan tidak
ditegur lagi oleh si penjaga toko yang galak itu.
“Kamu nggak usah pake
make up segala put. Lagian kamu tuh udah cantik kok tanpa make up. Jadi buat
apa kamu repot-repot pake make up”
“Owh..gitu ya? Jadi
sekarang aku jelek nih” tanyaku lagi.
“Kamu gak jelek kok
put. Kamu Cuma lucu aja kalo pake make up kayak gitu” jawab anto dengan
memegang pundakku untuk meyakinkan.
“Sebenernya kamu buat
apa sih pake make up segala kayak gitu?”
“Kamu malah kayak
syahrini kw 10 tau gak” Kata Anto sambil tertawa lebar lalu menutup mulut nya
kembali karena takut dimarahi lagi.
Aku berkata dalam hati
“Andai kamu tau An, kalau aku ngelakuin itu semua untuk kamu, untuk supaya kamu
bisa tertarik sama aku, dan cuma itu yang ingin aku pengenin Anto”.
“Ehh... An udah ketemu
buku yang mau kamu cari” Tanya ku mengalihkan perhatian.
“Sebenernya sih aku
nggak nyari buku apa-apa put”
“Terus kenapa kamu
ngajak aku kesini” Jawabku penasaran.
“Emm..sebenernya ada
yang mau aku omongin sama kamu”Ucap Anto dengan nada serius namun itu malah
membuat rasa penasaran ku semakin menjadi-jadi. Semakin bertanya-tanya dan
membuat aliran darah ku serasa mengalir begitu cepat karena betapa tegang nya
diriku.
Sampai-sampai timbul
pertanyaan dalam benak ku.
“Apa Anto akan
menyatakan perasaan nya dan bilang bahwa Ia sebenarnya menyukai ku... atau,,,
“Apakah ini yang
namanya surga? Saat dimana kita merasa sangat nyaman berada disisi orang yang
paling kita sayang...
“Mau ngomongin apa sih?
Lagian kalau cuma mau ngomong kenapa harus di tempat kayak gini?” Jawab ku
enteng, seolah aku sedang tidak memikirkan apa-apa.
“Karena tempat ini
adalah tempat dimana pertama kali kita bertemu...
“Kamu masih inget nggak
waktu kita ketemu pertama kali disini. Waktu itu aku nggak sengaja nabrak kamu
sampai kamu akhirnya jatuh...
“Iya... aku inget..
terus kenapa?” Kata ku sambil mengernyitkan dahi pertanda bingung.
“Aku Cuma mau bilang
kalau aku suk...
“Hey... Put... Hey...
An”
Saat Anto akan
menyelesaikan omongan nya dan aku yakin itu adalah kata-kata kalau Ia akan
menyatakan bahwa Ia sebenarnya menyukai ku. Namun Semua nya terhenti oleh
sebuah sapaan. Dan saat aku menoleh ke sumber suara tersebut aku tersentak.
Karena yang menyapa tidak lain dan tidak bukan adalah Winda.
Aku bingung bagaimana
bisa ada winda disini? Bagaimana mungkin tuhan mempertemukan kami bertiga
secara bersamaan disaat yang menurut ku sangat tidak tepat. Saat yang
seharusnya menjadi indah bagiku saat ini.
“Winda...” ujar Anto
sambil mendekati winda dan tidak melanjutkan kata-kata nya yang sempat
terhenti.
“Kok bisa ada disini
win?” tambah Anto.
Winda tersenyum dan
mulai mengeluarkan kata-kata.
“Iya aku disini lagi
liburan tempat sepupu aku” jelas winda.
“Ehh.. kamu udah makan
belum? Kita makan bareng yuk sekalian ngobrol-ngobrol.. udah lama nih nggak
ngobrol”
“Emm.. boleh..” jawab
winda enteng.
“Hey.. put kamu mau ikut
nggak?
“Nggak dech. aku udah
makan tadi.. kalian aja dech, lagian aku masih ada urusan kok” aku mengatakan
nya dengan tersenyum yang kupaksakan.
“Bener nih nggak mau
ikut?” timpal Anto.
“Iya put lagian kan
kita udah lama nggak ngobrol bareng” sambung Winda.
“Enggak dech
besok-besok aja ya” jawab ku kembali tersenyum.
Mana mungkin aku bisa
tahan An, jika harus melihat kebersamaan kalian yang terkesan begitu akrab. Meskipun
aku tidak tau bagaimana sebetulnya kelanjutan hubungan kalian. Karena aku sendiri
tidak pernah menanyakan nya dan kamu juga tidak pernah mengatakan nya padaku.
Hari-hariku berikut nya
tampak begitu membosankan sejak kedatangan Winda tempo hari. Aku merasa sejak
kedatangan Winda tempo hari Anto semakin menjauh dan hubungan ku dengan Anto
tidak seakrab dulu lagi setelah kedatangan Winda.
Pernah suatu ketika
saat aku pergi ke sebuah pusat perbelanjaan sendirian mencari hiburan untuk
diriku sendiri. Tanpa disengaja aku melihat Anto dan Winda sedang makan bersama
di sebuah tempat makan. Mereka tampak sangat mesra. Sedangkan aku. Hatiku
tampak begitu perih seakan ada ribuan jarum yang menusuknya. Aku lebih memilih
pergi meninggalkan mereka ketimbang aku harus melihat kemesraan mereka yang
membuat aku sangat muak akan hal itu.
Aku merasa ini seperti
dejavu bagiku. Kejadian beberapa tahun lalu saat SMA seakan terulang kembali
dan membangunkan lagi ingatan-ingatanku yang seharusnya sudah aku buang
jauh-jauh dari pikiranku.
To be continue,..
.jpg)
No comments:
Post a Comment