Monday, 18 November 2013

Diary Putri #2

Salah satu cerpen gue yang pernah  di terbitkan di cerpenmu.com. Cerpen yang gue kasih judul "Diary Putry" ini ternyata lumayan banyak juga yang melihat dan memberikan komentarnya. Diantaranya ada yang bilang endingnya masih bingung nih?!, endingnya menggantung nih?! nah karena komentar itu lah gue melanjutkan cerpen gue yang udah lama dibilang menggantung ini sama beberapa orang yang penasaran diluar sana. 

Disini gue bakal menuliskan lanjutan dari cerpen "Diary Putri". Masih dengan tokoh yang sama namun disini gue menuliskan dengan latar dan tempat yang sangat jauh berbeda dari yang sebelumnya. Cerita masih membahas tiga tokoh utama didalamnya. 

Cerpen ini barusan gue tulis kemaren malem loh, jadi harap maklum ya kalau ada salah dalam penulisan kata-katanya. yang agak nggak beraturan mungkin.

Tapi kayaknya nggak usah berlama-lama lagi. silahkan disantap ya kawan. Hhehe 





“Hidup ini indah dan akan lebih indah bila kita bisa memiliki seseorang yang kita sayangi. Dan jika engkau merasakan cinta pada seseorang, katakanlah. Berani jujur dan jangan ragu mengungkapkannya. Tapi, jika tidak, ucapkanlah dengan tegas bahwa engkau tak menyukainya.”

Kata-kata yang selalu tertanam dan selalu terngiang di hatiku dan telingaku setelah aku bertemu dengan lelaki ini. Lelaki yang selalu menghiasi penuh hari-hariku. Ya... hari-hariku, dan mungkin bukan hari-harinya. Karena aku tak berani untuk sekedar menyapanya apalagi harus berbicara ataupun bercanda dengannya, aku hanya bisa melihatnya, berbicara, dan mendengar melalui mataku. Karena hanya dengan mataku, aku bisa melakukan semua hal itu. Hal yang selalu ingin aku rasakan meskipun hanya dalam mimpi sekalipun. 

Seandainya engkau tau aku sangat ingin mengobrol dan melihat senyummu yang mampu membuatku terpana secara langsung, secara nyata dari dekat. Kupejamkan mata dan mulai membayangkan lelaki itu dan mulai kututup diaryku malam itu dalam pelukan hingga lelap dan pulas.

*Agustus – 2011
Palembang.

“Kringggg....kriiingggg....kriinnngggg...!!!”
Terdengar dering alarm yang setia membangunkan setiap hari-hariku (lagi).
Dengan berat dan perlahan kubuka mata yang terpejam ini. Dan mulai mencari-cari jam yang biasa kuletakkan diatas meja belajarku. Betapa kagetnya aku ketika melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 07.00, yang berarti tepat 30 menit lagi adalah waktu jam pelajaran disekolahku dimulai. Segera aku mempersiapkan diri dan bergegas untuk sampai kesekolah.

Tepat sebelum bel masuk berbunyi dan gerbang sekolah akan segera ditutup aku sampai disekolah.
“Hampir saja aku terlambat masuk sekolah” aku mengumam.
Dan saat bel istirahat berbunyi aku keluar ruang kelas dan duduk di halaman depan kelas.
“Putri...heh ngelamunin apaan sih???”
Tiba-tiba terdengar suara yang membuyarkan lamunanku tentang Lelaki itu. Ya...lelaki yang selalu mengitari ruang pikiranku selama ini. Anto. Dialah Lelaki yang selalu ada dalam fikiranku. Yang selalu hanya bisa aku kagumi lewat mataku saja, tanpa bisa bertegur sapa dengannya.

“hello...!!!”

ketika aku menoleh dan melihat kearah suara yang tiba-tiba saja sudah membuyarkan lamunanku. ternyata Winda dia adalah sahabatku disekolah. Namun sayang winda tak pernah tau kalau aku menyukai Anto. Itu karena aku tidak pernah mau bercerita dengannya tentang perasaanku dengan Anto. Aku hanya berani bercerita lewat diaryku saja.

“Hmm...iya....kenapa??” Tanyaku gelagapan.
“Terus kenapa elo ngelamun, hayoo...ngelamunin apa ??” Ujar winda menggodaku.
“Ngeliatin siapa sih ???” Tanya winda sambil mengernyitkan keningnya.
“enggak kok, gak ada apa-apa” Ucapku berusaha santai.

Aku adalah seseorang yang selalu tertutup dan selalu menyimpan sendiri perasaan maupun masalah yang ada pada diriku. Sulit bagiku untuk bisa menjadi seseorang yang terbuka dan bercerita terhadap orang lain. Aku lebih suka menyimpannya dan menyembunyikannya agar tidak ada yang tau tentang perasaan yang sedang aku hadapi sekarang. Aku lebih senang menjadi seonggok kaktus dipadang pasir yang kesepian namun masih bisa bertahan hidup.

Setiap kali berpapasan dengannya aku selalu ingin sekali menyapanya meskipun hanya sepatah kalimat. Atau pun paling tidak sekedar berkata “Hey” itu pun kurasa sudah cukup bagiku.
Sudah cukup lama aku menyimpan perasaan ini dan aku ingin menceritakan perasaan dan segala uneg-uneg yang ada pada diriku. Aku ingin mulai sekarang dan nanti untuk menceritakan ceritaku yang selalu aku pendam. Ya... cerita ini harus aku sampaikan kepadanya sebelum semuanya hancur dan terlambat kelak nantinya, dan aku tidak mau itu terjadi tentunya.

Tapi bagaimana caranya? Apa aku bisa? Mulai timbul pertanyaan-pertanyaan itu dalam benakku dan rasa kurang percaya diri yang selalu menghantui pikiranku.
“Mengapa aku tidak minta pendapat dengan winda, dia kan sudah berpengalaman dengan hal semacam ini” pikirku dalam hati.
Ya... winda sepertinya orang yang paling tepat, selain karena ia adalah sahabat terbaikku dan ia juga lebih berpengalaman dalam hal semacam ini dibandingkan dengan aku yang awam.

Kesokan harinya pada saat jam istirahat disekolah.
“Win...aku boleh cerita sesuatu gak sama kamu ??” Kataku berusaha tidak gugup.
“Ya boleh lah...lagian aku juga mau kasih tau kamu sesuatu” Ucapnya sangat sumringah dan kelihatan jika ia tampak sedang berbahagia.
“Ohh...yaudah kamu duluan aja dech win yang cerita” Ucapku sok-sokan.
“Oke yang pertama nilai ulanganku bagus dan aku dapet hadiah dari mamaku” Ucapnya semangat. Ia sempat melompat-lompat kegirangan.
“Wahh bagus tuh, dapet traktiran nih kayaknya aku hari ini” Ucapku basa-basi. Ia berhenti melompat.
“Hmmm...Itu sih belum seberapa. Ada lagi yang buat aku lebih seneng. Mau tau gak put?” Ia pun makin menunjukan ekspresi bahagianya.
“Anto nembak aku put, kita udah jadian semalem. Yee..” Ucapnya girang lagi.

DEGG...

Hening. Bukan,, bukan karena winda tak bersuara lagi, winda masih lompat kegirangan. Tapi telingaku, telingaku seolah baru saja tersambar petir sehingga membuatnya tak bisa mendengar apapun lagi. Aku sudah tak bisa merasakan apapun lagi. Jantungku berhenti berdetak mungkin. Darahku berhenti mengalir. Nafasku tercekat ditenggorokan.
Mataku tak berkedip.
Apa benar yang baru kudengar?
Tuhan, silahkan ambil nyawaku sekarang.

“Kamu kenapa put? Gak seneng ya?” Ucap winda, yang menyadari sahabatnya tidak berekspresi apa-apa.
Aku hanya bisa menggeleng lemah. Nafasku sesak, seolah-olah paru-paruku tak terisi oksigen lagi. Namun aku membiarkan paru-paru sesak, aku lebih senang seperti ini. Dengan begitu mungkin aku bisa menutupi rasa sakit pada hatiku.
“Put kamu kenapa? kamu gak lagi masuk angin kan?”
Aku hanya bisa mengangguk lemah. Karena mungkin suaraku sudah hilang diambil Tuhan.
“Beneran put kamu nggak apa-apa? muka kamu pucet loh?”

Benarkah wajahku berubah pucat. Ohh  mungkin karena aku baru tersambar petir. Suaraku sudah diambil tuhan. Pendengaranku juga. Mungkin sebentar lagi nafasku. Jadi pantas saja kalau aku pucat.
“Aku anter kamu pulang aja dech ya? Traktirannya lain kali aja?” Ucapnya.

Kamu benar win, mana mungkin aku bisa makan. Bernafaspun aku sudah tak berniat. Aku mengurung diri dikamar berharap semuanya bisa terlupakan dengan sesegera mungkin.

Seharian aku berdiam diri, seharian aku tidak bernafsu makan. Dan aku mulai lagi menulis diaryku untuk menuliskan cerita yang hanya aku sampaikan pada buku diary ini. Aku menuliskan. Mengapa aku harus mengaguminya? Mengapa aku harus mendengarkan sahabatku bercerita? Mengapa harus mereka yang aku kenal?.

Semua kejadian itu aku tuangkan dan aku curahkan pada diary kesayanganku. Karena hanya dengan diary inilah aku bisa sedikit lebih tenang. Dan akhirnya aku tertidur dan pulas.
Keesokan harinya aku mulai tidak betah memandangnya, karena aku melihat ia dengan orang lain yang punya keberanian untuk mendekatinya dan mengambil hatinya dan ia sudah punya dunianya sendiri sekarang. Tidak seperti aku. Aku pengecut, aku tidak berani, aku selalu meragu untuk mengatakan yang sebenarnya.
Sampai tiba pada hari yang membuat hati seperti ditusuk ribuan jarum yang sangat tajam dan menyakitkan. 

Hari itu dimana suatu ketika winda memperkenalkan Anto yang sekarang sudah menjadi pacarnya kepadaku.
“Hey..put..” kata winda kepadaku.
Aku meliriknya dan ia sedang bersama Anto.
“Hey...win” ucapku malas.
“Kenalin ini putri sahabat aku yang paling baik” ujar winda kepada Anto memperkenalkan aku.
“Hey..Anto” ia memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya.
“Putri” jawabku singkat sambil menerima uluran tangannya.
“Selamet ya..kalian pasangan yang serasi” kataku sambil tersenyum manis, walau sesungguhnya hati kecilku berkata tidak. Dan berusaha menahan air mata yang rasanya sudah ingin tumpah membanjiri pipiku, meskipun aku tau hatiku sudah menangis dan hancur.

Sejak saat itu aku mulai melupakan tentangnya, tentang dirinya yang hanya ada dalam mimpiku. Melupakan tentang semua perasaan yang ada dalam diriku kepadanya. Dan tidak ingin lagi mengingat-ngingat tentangnya. Rasanya aku ingin hilang ingatan.
Namun aku sadar aku tidak bisa marah karena aku juga senang melihatnya bahagia dan andai Anto tau aku juga menyukainya saat itu. Dan andai waktu itu aku bisa mengatakan jika
“Aku senang melihat senyumnya. Aku senang melihat tawanya. Aku senang ia bahagia.”
Kututup diary tentangnya dan melupakan semua yang lalu. Dan yang ada sekarang bagiku adalah menatap kedepan tanpa harus larut untuk melihat kebelakang.


*July – 2012
Lampung.

Aku melanjutkan kuliah dilampung dan meninggalkan kota kelahirkanku yaitu palembang. Hari-kehari kujalani aktifitas selaknya orang lain pada umumnya. Aku kekampus pada pagi hari, nongkrong dimall bersama teman-temanku pada siang hari, dan pada malam harinya nonton bioskop terkadang, tentunya selalu bersama dengan teman-temanku.

Pagi itu aku kekampus seperti biasa sampai siang hampir menjelang sore barulah kampus bubar. Hari ini begitu melelahkan, disamping mata kuliah yang padat sore ini aku pun harus ketoko buku untuk mencari sebuah buku demi kepentingan kuliahku tentunya. 

Saat sedang mencari buku yang kuinginkan tanpa sengaja aku bertabrakan dengan seorang laki-laki dan aku pun terjatuh.
“Maaf-maaf saya gak sengaja” lelaki itu meminta maaf padaku.
“Makanya kalau jalan lihat-lihat dong” kataku mengomelinya tanpa melihat kearah lelaki itu.
“Ya saya kan udah minta maaf” katanya singkat.
Aku pun bangun dan hendak mengomelinya balik, namun saat aku melihatnya dan kami saling bertatapan serentak kami mengucapkan.
“Kamu” kami mengucapkannya berbarengan.

Ternyata ia adalah Anto. Orang yang dulu pernah kuukir ceritanya dihatiku namun tak pernah kusampaikan. Makhluk yang dulu kukagumi dan sekarang disaat aku sudah membuang jauh-jauh ceritanya dalam hidupku dan perasaanku. Ia malah muncul kembali.
“Mengapa makhluk satu ini muncul kembali” gumamku dalam hati dan aku terdiam sejenak dalam lamunanku.
“Hey...kamu putri kan, anak IPA I disekolah dulu?” Pertanyaannya membangunkanku dalam lamunan.
“Iya..kamu Anto kan anak IPA II itu ?” kataku terbata-bata.
“Iya ini aku, kamu apa kabarnya?kok bisa disini, dilampung?”
“Hmm...baik kok, iya aku sekarang kuliah disini, kamu sendiri gimana kok bia disini?” Jawabku pelan.
“Kan aku emang asli orang sini, rumah aku emang di lampung, dulu emang aku sekolahnya di palembang tapi sebenernya aku asli tinggal disini kok” jawabnya menjelaskan.
“Owh gitu..” jawabku singkat sambil tersenyum kecil.

Kemudian Anto mengajakku kesebuah tempat makan dan kami pun memesan beberapa makanan dan minuman. Setelah sama-sama selesai mencari buku disebuah toko buku tempat dimana untuk pertama kalinya aku mengobrol dengannya.  Kami terlibat obrolan panjang hari itu, dari cerita-cerita ringan sampai cerita tidak penting namun itu malah membuat kami semakin asik dan larut dalam perbincangan.

Dan saat hari sudah mulai sore kamipun memutuskan untuk pulang, namun tiba-tiba hujan deras datang dan mengguyur tubuh kami saat akan berjalan menuju halte bus, karena kami sama-sama tidak membawa kendaraan pribadi. 

Tiba-tiba Anto menggenggam tanganku dan mengajakku berlari menuju halte bus karena takut baju yang kami kenakan basah kuyub.
“Baju kamu basah, kamu kedinginan ya?” Ia berkata sambil melepas dan memberikan jaketnya kepadaku.
Aku hanya bisa diam melihat tingkahnya yang begitu lembut dan perhatian kepadaku. Dan aku hanya bisa membalasnya dengan sebuah senyum ringan dibibirku.

Tak lama kemudian bus yang kami tunggu pun tiba, kami pun bergegas masuk kedalam bus angkutan umum itu. Didalam bus Anto meminta no handphone yang dapat ia hubungi kepadaku, tanpa ragu dan dengan senang hati aku pun memberikannya.

Aku pulang ke kostan dengan senyum ceria di wajahku. Sambil terus memeluk jaket Anto yang tidak sempat aku kembalikan padanya hari itu. Mungkin aku lupa, atau mungkin aku sudah dibutakan dengan gambaran hatiku yang terasa sangat indah hari itu bagiku. Sejak saat itu aku dan dia jadi lebih dekat. Aku pun kembali menulis ceritaku yang sempat tertunda dalam diaryku malam itu. Cerita tentang aku yang selalu ingin menulis cerita hatiku. Cerita kita. Cerita aku dan dia. Yang kutuangkan semuanya dalam diaryku hingga aku terlelap dan pulas.


“Put nanti sore kamu nggak ada acara kan? Soalnya aku mau minta temenin kamu ke toko buku sore ini”
Itu adalah sms yang aku terima saat aku bangun di pagi yang tidak terlalu bagus dan langit sedikit abu-abu karena hari ini mendung. Pagi yang sepertinya tidak menyesuaikan diri dengan kondisi hatiku yang sebetulnya sedang cerah. 

Pagi yang muram dan tampak malas memperlihatkan sinar matahari yang cerah selayaknya tugas sebagai sebuah pagi.
“Iya aku bisa, lagian nanti sore aku nggak ada acara kok”
“Oke. Kita ketemuan di toko buku aja ya, sekaligus aku mau kasih kejutan buat kamu”
“Baiklah, aku janji nggak akan telat”

Begitu aku mengakhiri sebuah perbincangan melalui pesan singkat dengan anto. Meskipun langit sepertinya tidak mendukung dan diluar sudah mulai turun rintik-rintik hujan gerimis dan pagi yang tidak menunaikan tugasnya sebagai sebuah pagi. Namun tidak menghalangi keceriaan yang begitu jelas tergambar dihatiku pagi itu.

Siangnya aku sibuk memilih baju yang pas dan pantas untuk bertemu dengan anto.
“Apa yang dimaksud kejutan ya sama anto? apa dia mau bilang kalau dia sayang sama aku?” begitu aku berbicara dengan cermin sambil tersenyum kecil saat sedang memilih baju yang akan aku kenakan untuk sore nanti.
“Baiklah sepertinya yang ini cocok untuk penampilanku” aku kembali menggumamam. Ketika aku mencoba dress berwarna biru tua.  Aku pun tidak lupa untuk menggunakan make up. Aku ingin berpenampilan semenarik mungkin hari itu. Aku ingin membuat anto senang dengan penampilanku yang tentunya berbeda hari ini.

Hari masih tidak bersahabat denganku. Ya, hari itu masih saja gerimis bahkan hingga sore ini. Namun tetap tidak menghalangiku untuk tetap berangkat menuju ke toko buku tempat aku akan menemui anto. sesampainya disana aku melihat anto. Ternyata ia sudah sampai disana terlebih dahulu. Ia sangat menarik dengan kemeja berwarna merah dan celana jeans yang ia kenakan.

“Hey..” aku menyapanya.
Namun anto malah tersenyum kecil dan mulai tertawa saat memperhatikan penampilanku. Ia tertawa terus seakan sedang melihat pertujukkan sirkus. Ia tertawa sambil memegangi perutnya. Dan ia mulai berhenti tertawa saat penjaga toko buku mulai meneriakinya untuk menyuruhnya diam.
“Heh..kalian, jangan berisik...” kata penjaga toko itu dengan raut wajah yang galak.
“Iya... pak, maaf...maaf” jawab anto cengengesan.
Aku pun hanya bisa diam, aku diam bukan karena penjaga toko itu yang memarahi kami. Tapi aku diam karena bingung. Bingung mengapa anto menertawakan penampilanku. “Apa aku terlihat jelek dan tidak menari hari” begitu pikirku dalam hati.
“Put...put...put..” tiba-tiba anto membuyarkan lamunanku.
“Eh..iya.. “
“Kok ngelamun sih put?” tanya anto sambil merangkul pundakku.
“Kenapa kamu ketawa tadi waktu ngeliat aku? Aku jelek banget ya?”

Anto menahan tawanya sambil memegangi mulutnya agar tidak mengeluarkan suara yang keras dan tidak ditegur lagi oleh si penjaga toko yang galak itu.
“Kamu nggak usah pake make up segala put. Lagian kamu tuh udah cantik kok tanpa make up. Jadi buat apa kamu repot-repot pake make up”
“Owh..gitu ya? Jadi sekarang aku jelek nih” tanyaku lagi.
“Kamu gak jelek kok put. Kamu Cuma lucu aja kalo pake make up kayak gitu” jawab anto dengan memegang pundakku untuk meyakinkan.
“Sebenernya kamu buat apa sih pake make up segala kayak gitu?”
“Kamu malah kayak syahrini kw 10 tau gak” Kata Anto sambil tertawa lebar lalu menutup mulut nya kembali karena takut dimarahi lagi.

Aku berkata dalam hati “Andai kamu tau An, kalau aku ngelakuin itu semua untuk kamu, untuk supaya kamu bisa tertarik sama aku, dan cuma itu yang ingin aku pengenin Anto”.
“Ehh... An udah ketemu buku yang mau kamu cari” Tanya ku mengalihkan perhatian.
“Sebenernya sih aku nggak nyari buku apa-apa put”
“Terus kenapa kamu ngajak aku kesini” Jawabku penasaran.
“Emm..sebenernya ada yang mau aku omongin sama kamu”Ucap Anto dengan nada serius namun itu malah membuat rasa penasaran ku semakin menjadi-jadi. Semakin bertanya-tanya dan membuat aliran darah ku serasa mengalir begitu cepat karena betapa tegang nya diriku.

Sampai-sampai timbul pertanyaan dalam benak ku.
“Apa Anto akan menyatakan perasaan nya dan bilang bahwa Ia sebenarnya menyukai ku... atau,,,
“Apakah ini yang namanya surga? Saat dimana kita merasa sangat nyaman berada disisi orang yang paling kita sayang...
“Mau ngomongin apa sih? Lagian kalau cuma mau ngomong kenapa harus di tempat kayak gini?” Jawab ku enteng, seolah aku sedang tidak memikirkan apa-apa.
“Karena tempat ini adalah tempat dimana pertama kali kita bertemu...
“Kamu masih inget nggak waktu kita ketemu pertama kali disini. Waktu itu aku nggak sengaja nabrak kamu sampai kamu akhirnya jatuh...
“Iya... aku inget.. terus kenapa?” Kata ku sambil mengernyitkan dahi pertanda bingung.
“Aku Cuma mau bilang kalau aku suk...
“Hey... Put... Hey... An”

Saat Anto akan menyelesaikan omongan nya dan aku yakin itu adalah kata-kata kalau Ia akan menyatakan bahwa Ia sebenarnya menyukai ku. Namun Semua nya terhenti oleh sebuah sapaan. Dan saat aku menoleh ke sumber suara tersebut aku tersentak. Karena yang menyapa tidak lain dan tidak bukan adalah Winda.
Aku bingung bagaimana bisa ada winda disini? Bagaimana mungkin tuhan mempertemukan kami bertiga secara bersamaan disaat yang menurut ku sangat tidak tepat. Saat yang seharusnya menjadi indah bagiku saat ini.

“Winda...” ujar Anto sambil mendekati winda dan tidak melanjutkan kata-kata nya yang sempat terhenti.
“Kok bisa ada disini win?” tambah Anto.
Winda tersenyum dan mulai mengeluarkan kata-kata.
“Iya aku disini lagi liburan tempat sepupu aku” jelas winda.
“Ehh.. kamu udah makan belum? Kita makan bareng yuk sekalian ngobrol-ngobrol.. udah lama nih nggak ngobrol”
“Emm.. boleh..” jawab winda enteng.
“Hey.. put kamu mau ikut nggak?
“Nggak dech. aku udah makan tadi.. kalian aja dech, lagian aku masih ada urusan kok” aku mengatakan nya dengan tersenyum yang kupaksakan.
“Bener nih nggak mau ikut?” timpal Anto.
“Iya put lagian kan kita udah lama nggak ngobrol bareng” sambung Winda.
“Enggak dech besok-besok aja ya” jawab ku kembali tersenyum.

Mana mungkin aku bisa tahan An, jika harus melihat kebersamaan kalian yang terkesan begitu akrab. Meskipun aku tidak tau bagaimana sebetulnya kelanjutan hubungan kalian. Karena aku sendiri tidak pernah menanyakan nya dan kamu juga tidak pernah mengatakan nya padaku.

Hari-hariku berikut nya tampak begitu membosankan sejak kedatangan Winda tempo hari. Aku merasa sejak kedatangan Winda tempo hari Anto semakin menjauh dan hubungan ku dengan Anto tidak seakrab dulu lagi setelah kedatangan Winda.

Pernah suatu ketika saat aku pergi ke sebuah pusat perbelanjaan sendirian mencari hiburan untuk diriku sendiri. Tanpa disengaja aku melihat Anto dan Winda sedang makan bersama di sebuah tempat makan. Mereka tampak sangat mesra. Sedangkan aku. Hatiku tampak begitu perih seakan ada ribuan jarum yang menusuknya. Aku lebih memilih pergi meninggalkan mereka ketimbang aku harus melihat kemesraan mereka yang membuat aku sangat muak akan hal itu.
Aku merasa ini seperti dejavu bagiku. Kejadian beberapa tahun lalu saat SMA seakan terulang kembali dan membangunkan lagi ingatan-ingatanku yang seharusnya sudah aku buang jauh-jauh dari pikiranku.



To be continue,..

No comments:

Post a Comment