Satu hari yang menarik untuk dituliskan. Perjalanan ke salah
satu kota terpadat, Bandung. Di tengah perjalanan yang begitu padat, Sepercik
sinar di langit yang mendung. Berjalan jalan di Sari Ater sebuah tempat
pemandian air panas di daerah pegunungan. Bus melaju lamban karena macet yang
tak terduga sebelumnya. Tak habis pikir kenapa ada orang sebanyak ini disini?
Apa yang mereka cari? Menurutku tempat ini sungguh menjadi tempat yang tidak
bisa dijadikan alasan untuk hanya sebentar singgah.
Penat kepalaku melihat begitu banyak manusia. Mendengar
begitu banyak suara. Udara yang sejuk tak mengimbangi hiruk pikuk mereka.
Beragam bahasa bersautan bercampur aduk, di sela-sela pedagang yang menawarkan
barang mereka. Berjalan masuk ke daerah wisata, aku hanya buang air yang dari
tadi lama kutahan, menunaikan ibadah lalu keluar lagi. Tak betah rasanya berada
disana untuk berlama-lama. Kuputuskan untuk kembali ke bus, lalu kucari letak
bus dimana diparkir. lama tak kudapati ternyata bus berada di ujung dan tak
dapat langsung melanjutkan perjalanan, karena pintu keluar tertutup oleh
penuhnya mobil yang masih saja berusaha masuk.
Penat dan sedikit lelah pada tubuh ini coba kuarahkan pada
sesuatu yang bisa menghibur. Berjalan berkeliling menghilangkan penat dan
menghindari padatnya pengunjung. Kudapati jejeran tenda dipinggir tempat
parkir. Beragam barang dijual disini. Perlahan melangkah tiba-tiba ada sahutan
menawarkan makan dan minum. Tanpa sadar aku sudah duduk di salah satu tenda dan
memesan segelas kopi panas.
“Kopi yang mana a’?”, tanya penjual itu ramah
Tak kuduga penjual itu seorang gadis yang masih remaja.
Sambil menghabiskan kopi aku mulai pembicaraan dengannya. Bersama dengan Ibunya
Ia berjualan.
“Ini emak saya, sudah tua ya?”, sambil tersenyum, Ia
perkenalkanku dengan ibunya ditengah pembicaraan kami.
Ia sudah tidak bersekolah sejak kelas satu SMA. Ketika
kutanya kenapa ia tidak melanjutkan, lalu Ia hanya jawab,
”Ya, pengen aja berenti sekolah.”
Di tengah percakapan aku tahu ternyata ia anak bungsu dari
tujuh bersaudara. Dan semua saudaranya sudah menikah, sementara ayahnya sudah
meninggal sejak ia bayi. Kukira itulah kenapa Ia berhenti sekolah. Untuk
membantu ibunya berjualan di tempat wisata ini.
“Lalu kapan eneng akan menikah?” tanyaku iseng.
Sambil tersenyum manis, terlihat giginya yang putih lalu Ia
jawab, “akhir bulan ini”. Ah..Cepat sekali pikirku, gadis semuda ini sudah mau
menikah. Namun ku hanya tersenyum sambil berkata,
“oh begitu”.
“Datang aja kenikahanku a’, eh tapi jauh sih.”
“Memangnya nikah dimana?”
“Pandeglang, Banten.”
“Kalau eneng di Banten, lalu Emak sama siapa?”
“Ya sendirian aja, Gimana ya a’…? kalau sudah menikah harus
menurut sama suami, tapi kalau suaminya bener, iya kan?
Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum melihatnya berbicara
sambil melemparkan pandangannya pada lahan parkir di depan tendanya yang penuh
dengan bus.
Tak terasa kopiku habis dan telah kubakar dua batang rokok.
Aku putuskan untuk kembali ke bus. Sebelum kembali aku ingin mengambil gambar
gadis itu. Berulang kali aku minta tetapi ia tidak mau. Ia merasa kalau ia tak
pantas untuk diambil gambarnya. Ia selalu merendah dan menolak untuk diambil
gambarnya.
“ini namanya pemaksaan a’, pemaksaan itu dosa.”, Sambil
tersipu malu ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Aku hanya tersenyum
sambil melihat gelagatnya yang salah tingkah. Wajahnya memerah. Sungguh gadis
yang pemalu. Lalu aku putuskan untuk mencuri fotonya, berhasil tapi ia tahu
kalau gambarnya baru saja kuambil.

Sampai akhirnya aku putuskan untuk pamit kembali ke bus. Aku
baru tahu namanya adalah Arsyi setelah akhir dari percakapan. Dari kejauhan
sudah nampak banyak orang yang akan membanjiri tempat parkir ini.
“hapus aja fotonya a’,emang buat apa sih?” kembali ia
menolak sambil tersenyum.
“jangan, buat kenang-kenangan.”
Setelah aku tiba di bus yang berada di tempat paling ujung
area parkir, masih juga menunggu untuk dapat keluar, karena jalan keluar masih
terhalang. Sudah beberapa jam aku di bus, melihat orang semakin banyak berlalu
lalang di area parkir ini. Orang-orang yang satu bus denganku sudah mengeluh
karena sejak dari tadi tidak bisa juga beranjak dari sini. Tiba-tiba turun
rintik-rintik hujan. Tiba-tiba pikiranku mengarah pada gadis sunda yang tadi,
‘Arsyi’.
“Apa yang bisa aku beri untuknya?” pikirku. Kulihat buku di
pangkuanku. Ini mungkin berguna baginya.
Hujan semakin lebat, orang-orang berlarian naik ke dalam bus
masing-masing. Namun, aku putuskan untuk mendorong pintu keluar dan berlari ke
tenda Arsyi.
“Akan ku berikan buku ini” kataku dalam hati.
Tapi keadaan yang penuh sesak orang dan bus-bus yang saling
bersahut klakson orang berlarian penuh sesak.
Tiba-tiba dari belakang ada seseorang memanggil.
“Wooi mas..! Sudah mau berangkat kok malah keluar”, keluh
seorang asisten sopir bus padaku.
Akhirnya dengan keadaan bingung aku putuskan untuk langsung
masuk ke bus.
“ah lagi pula belum tentu ia suka membaca buku ini”
Sambil kulihat kembali sebuah buku itu dalam genggamanku
yang sedikit basah begitu pula aku. “Buku ‘Dunia Sophie’-ku…”
Perjalanan kembali aku lalui. Mengapa perjalanan ini menjadi
begitu menyesakkan? Apa karena belum sempat tanda perpisahan ini aku berikan?
Ataukah karena aku tidak akan berjumpa dengan Arsyi lagi? Seorang gadis Sunda
yang manis, sederhana, pemalu…
“Perasaan apa ini? Aneh banget." Pikirku kembali
mengulang kejadian tadi, yang aku rasa cepat sekali kejadian tadi. Memang benar
aku tidak akan berjumpa lagi, karena akhir bulan ia sudah dipersunting
seseorang dan akan membuka lembaran baru di Banten. Aku tidak lagi mengeluhkan
penuh sesaknya orang yang datang ke tempat wisata itu. Dengan banyaknya orang
di sana bisa menjadi penghidupan bagi keluarga-keluarga yang berdagang seperti
keluarga Arsyi. Justru gerimis yang aku lihat dari kaca jendela bus yang kini
menyesakkan dadaku.
"Semoga kamu bahagia dalam mengarungi samudra hidup
dalam bahtera rumah tangga yang hendak kau susun, Arsyi. Semoga emak juga
sanggup menjalani hidup tanpa seorangpun di sisi. …”
Tapi mengapa tetap saja ada yang kusesali dari perjumpaanku
dengan Arsyi…

Profil lebih dalam tentang penulis bisa dilihat di blognya
mas arif. disana kamu juga bisa lihat karya-karya lainnya seperti puisi dan
sketsa wajah karya tangan dari dirinya. Atau follow twitternya di @ariephSG.
No comments:
Post a Comment