
Penulis : Dewi Dee Lestari
Rilis : 2009
Halaman : 444
Penerbit : Bentang Pustaka
Bahasa : Indonesia
"Karena hanya bersama kamu segalanya terasa dekat, segalanya selalu ada, segalanya selalu benar. Dan bumi hanyalah sebutir debu di bawah telapak kaki kita." (Hal-312)
Minggu pagi seorang lelaki bercelana pendek berwarna hitam dan memakai baju dengan warna yang senada. Memegang sebuah buku sambil duduk dikursi kayu di teras depan rumahnya yang dicat berwarna putih dengan sedikit corak berwarna hijau.
Bagai hujan yang tidak memperdulikan siapa yang ia guyur. Lelaki itu sangat serius membaca sebuah novel remaja yang ada ditangannya. Ia sama sekali tidak mendengarkan suara petir yang dihasilkan oleh hujan deras yang kala itu membasahi bumi.
Ia tidak pernah seserius ini sebelumnya dalam membaca sebuah novel. Biasanya ia masih bisa merasakan dinginnya berada diteras rumah saat hujan menyapa. Kali ini beda. Lelaki itu sungguh sangat acuh dengan keadaan sekitarnya, bahkan riuhnya suara petirpun hanya menjadi lelucon konyol yang tidak harus ia dengarkan.
Sorot matanya seperti embun diatas daun. Ia begitu menikmati bait demi bait setiap tulisan yang dikeluarkan pada tumpukan kertas bertebal 444 halaman itu. Namun sesekali ia menyeruput teh hangat yang sudah ia persiapkan sebelumnya dalam gelas berwarna putih dan ditaruh dimeja, disamping kursi tempat ia duduk sambil menikmati setiap kata yang dicurahkan dari buku yang ada ditangannya.
Hujan semakin kian deras menghantam bumi. Sayup-sayup terdengar suara yang memanggilnya "Nak,.. masuk, diluar hujan, nanti kamu kedinginan,.. suara dari arah ruang tengah rumah berwarna dominan putih dengan sedikit corak berwarna hijau itu. Suara yang sudah tidak asing lagi ditelinga lelaki tersebut, Suara yang memang setiap hari sangat bersahabat dengan indra pendengarannya. Jadi sudah tidak heran ia mendengar celotehan-celotehan dari mulutnya.
Seorang wanita paruh baya yang memakai pakaian khas dari para ibu manapun setiap kali habis memasakan makanan untuk keluarganya. ia adalah ibu dari lelaki yang masih sibuk dengan bacaannya. Lelaki yang masih belum mau masuk kedalam rumah dan masih tetap setiap pada teras depan rumahnya.
Sekali wanita paruh baya itu memanggil anaknya itu untuk masuk kedalam. Karena jika ia sakit, toh ibunya juga yang bakal repot.
Mungkin karena takut dengan ibunya atau apalah alasannya,.. Lelaki itu pun akhirnya mulai berdiri sambil membawa sebuah gelas berisi teh hangat yang sudah mulai dingin kedalam rumah. Sambil menenggak teh yang sudah mulai dingin itu kedalam rumah sambil berjalan. Jalannya agak dipercepat dan langsung mencari tempat untuk posisi yang enak demi melanjutkan buku yang belum habis ia baca.
Sementara itu kedua adiknya juga sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Gadis berusia 16 tahun dengan potongan rambut panjang sebahu yang sedang sibuk dengan acara kartun yang menceritakan seekor robot kucing berwarna dominan biru yang datang dari abad 21. Doraemon.
Sedangkan adiknya yang satu lagi. Laki-laki yang baru masuk kelas empat SD ini, selalu saja sibuk dengan Playstation. Sebuah video game yang memang membuat para anak-anak seumurannya dapat mengalami candu untuk memainkannya berulang-ulang. Namun apadaya, Ibunya tak bisa melarang, karena ini adalah hari minggu. hari yang memang sudah menjadi jadwal rutinnya bermain video game.
Lelaki itu masih sibuk membacanya. Baru seperempat buku yang ia baca. Ia membaca dengan begitu pelan dan sangat amat sangat menghayati tutur kata yang dituangkan si penulis dalam buku itu. Buku berjudul Perahu Kertas yang ditulis oleh Dee Lestari itu memang mempunya bahasa yang sederhana namun sarat akan makna.
Buku karya Dee Lestari itu baru selesai ketika malam menjelang. Buku setebal 444 halaman yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka itu mengisahkan tentang dua orang remaja, Keenan dan Kugy. Keenan baru pulang dari Amsterdam,
digambarkan sebagai seorang cowok yang tinggi, ganteng, cerdas dan memiliki
bakat melukis. Namun kecintaannya pada melukis tidak serta merta mendapat restu
dari orang tuanya, terutama papanya karena papanya berharap Keenan akan menjadi
penerus perusahaan trading miliknya, selain ada kisah masa lalu yang ingin
dikubur dalam-dalam.
Sedangkan Kugy adalah seorang remaja putri yang tidak
terlalu peduli pada penampilan, bertubuh mungil, memiliki obsesi sebagai
penulis dongeng dan menganggap dirinya sebagai agen Neptunus. Kugy punya
kegemaran menuliskan pesan-pesan khusus di atas kertas, lalu kertas dilipat
seperti perahu kemudian dihanyutkan di laut, atau aliran air. Kugy berharap
pesannya akan sampai pada Neptunus.
Keenan dan Kugy bertemu saat keduanya berada di statiun kereta
api di Bandung. Saat Kugy dan sahabat-sahabatnya Noni dan Eko menjemputnya.
Keenan adalah sepupu Eko. Keenan menuruti permintaan papanya yang ingin dia
kuliah di jurusan Ekonomi. Sedangkan Kugy kuliah di jurusan Sastra sebagai
bagian dari obsesinya sebagai penulis dongeng. Pertemuan demi pertemuan selama
kuliah di Bandung kemudian saling menautkan hati keduanya, namun pada saat yang
sama, Kugy masih memiliki Ojos, yang telah bersamanya selama hampir tiga tahun.
Sedangkan Keenan akhirnya dekat dengan Wanda, salah satu anak pemilik gallery
lukis Warsita yang cukup ternama, dan akan membantu Keenan dalam proses karya
lukisnya hasil pencomblangan Noni yang merupakan teman Wanda.
Dalam salah satu kesempatan, Keenan sempat membuatkan Kugy
ilustrasi untuk dongeng-dongeng yang telah ia tulis. Kugy merasa ada seseorang
yang akan mewujudkan mimpinya, pelukis yang akan membuatkan ilustrasi untuk
dongeng-dongengnya. Selama ini, tidak ada seorang pun yang bisa memahami
tentang obesinya, atau pun orang yang bisa menuangkan karakter-karakter
khayalannya dalam ilustrasi yang sesuai dengan apa yang ada dalam benaknya.
Keenan bisa mewujudkan karakter itu dalam sekejap, hingga Kugy makin merasa
dekat dengan mimpinya.
Rasa yang disimpannya untuk Keenan akhirnya menjadi masalah
tersediri, terutama dalam langkah hidup Kugy selanjutnya. Demi mengetahui
Keenan dekat dengan Wanda, Kugy akhirnya menghindar dengan menjadi pengajar
untuk anak-anak keluarga miskin di salah
satu perkampungan. Kugy tidak ingin bertemu Keenan yang kemudian bisa
membuatnya sakit hati dan makin membuat pikirannya kacau.
Keenan dan Wanda sebenarnya juga tidak baik-baik saja,
Keenan masih belum yakin akan ketulusan hati Wanda, selain perasaannya sendiri
yang masih tertuju pada Kugy. Sampai pada akhirnya, ada kejadian Keenan kecewa
dengan Wanda karena mengetahui bahwa lukisan-lukisan Keenan yang laku di
Gallery ternyata telah dibeli oleh Wanda sendiri bukan kolektor betulan.
Kekecewaan itu bertumpuk manakala hari sebelumnya Keenan bertengkar hebat
dengan papanya, Keenan memutuskan untuk berhenti kuliah dan ingin hidup dari
melukis karena merasa bisa hidup dari
melukis. Setelah kejadian itu, lukisan-lukisannya yang sebelumnya ada di Wanda
dikirim ke rumah Pak Wayan teman baik Ibunya yang memiliki gallery lukisan.
Keenan memutuskan untuk menetap di Ubud-Bali, tinggal di rumah Pak Wayan,
setelah lukisannya laku dibeli oleh seorang kolektor dari Jakarta.
Sementara Kugy, makin tidak bisa membendung perasaannya
sendiri. Hingga akhirnya, memutuskan untuk berpisah dengan Ojos. Hari-hari
berganti, dan pertemuan dengan orang-orang baru baik Kugy dan Keenan mengisi
keduanya.
Dan masih banyak lagi kata-kata sederhana namun sarat akan makna yang dapat kamu temui dalam novel ini.
Setelah lelaki itu selesai membaca bukunya. Ia menggulingkan badannya dikasur. Sekarang lelaki itu bisa mendapat satu pelajaran dari buku itu. Salah satunya adalah "Tulisan tidak perlu dengan kata-kata puitis apalagi harus dipaksakan, tulislah kata-kata yang sederhana namun sarat akan makna."
Terimakasih buat Dee Lestari yang mampu membuka dan menambah wawasanku dalam bidang tulis-menulis. Tulisan sederhanamu dahsyattt!!!
No comments:
Post a Comment